
Terkesan aneh memang jika dibandingkan dengan kondisi sekarang ini.
Terlebih setelah diperkenalkan program Millennium Development Goal’s
(MDGs) oleh badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Salah satu target
program ini adalah, tercipta rumah sehat disemua lapisan masyarakat
termasuk di masyarakat Bugis. Indikatornya ruang tidur harus terletak
diruang khusus yang tertutup dengan sedikit ventilasi udara, harus
menjamin terjaganya privasi siapapun yang tidur didalamnya. Sejak itu,
tempat tidur di ruang tamu hilang, kalaupun tak dipindahkan, ia segera
diberi pembatas, setidaknya menjadi kamar.
Keanehan ini memang menjadi aneh bagi mereka yang tidak paham esensi
dari keberadaan tempat tidur tersebut. Tidak mengetahui kenapa
masyarakat Bugis menempatkan tempat tidur tersebut di ruang tamu dan
terbuka?
Rumah masyarakat Bugis dibagi menjadi empat bagian yakni, bagian teras (lego-lego) bagian depan (olo bola), bagian tengah (lontang ri tengnga/possi bola), bagian belakang (dapureng). Bagian depan terdiri dari teras (lego-lego), ruang tamu (baritu toana), dan tempat tidur tamu (baritu massao). Bagian tengah terdiri dari dari ruang tidur (teppang boco), ruang keluarga (assaongeng). Bagian belakang terdiri dari ruang makan (assilewong), dapur kering/ruang masak (dapureng), dapur basah (appica-picakeng).
Antara ruang tengah dan belakang biasanya tidak ada pembatas,
keduanya menyatu kecuali bagian dapur kering dan dapur basah yang
lazimnya ditempatkan di tapping bola, ruas tambahan rumah pada
posisi samping kiri belakang berdasarkan arah hadapan rumah. Ruas ini
biasanya dilengkapi dengan tangga sebagai jalur keluar masuk pemilik
rumah melalui pintu belakang. Sementara tangga depan untuk tamu.
Sementara ruang tamu dan ruang tengah biasanya memiliki pembatas,
entah itu berupa kain tirai atau pembatas berbahan bambu atau kayu papan
(kini banyak berganti triplek, hardboard, tembok). Pembatas ini disebut
pallawa tengnga, selain sebagai pemisah antar ruang, juga
berfungsi sebagai pembatas/penutup pandangan terhadap segala bentuk
akitifitas dan isi bagian tengah rumah. Budayawan Bugis Andi Oddang
(2012) mengatakan “secara hakiki menurut sifatnya pallawa tengnga dapat juga dianggap sebagai jajareng berupa batas imaginer terhadap nilai keburukan/aib tuan rumah yang harus dijaga dan tak diketahui orang lain. Jajareng berasal dari kata “jaa” yang berarti buruk”.
Bagi masyarakat Bugis apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka simpan dibalik pallawa tengga itu
adalah harga diri, tabu untuk dilihat orang lain. Aib jika menjadi
tontonan orang lain. Terlebih jika di dalam rumah tersebut terdapat
seorang perempuan, apa lagi jika itu adalah seorang gadis. Seorang gadis
adalah mutiara kehormatan dan harga diri bagi orang Bugis, harus dijaga
dengan takaran darah dan nyawa.
Seorang tamu tidak diperkenankan melewati pallawa tengga
tersebut. Berani melanggar batas tersebut, maka darah dan nyawa sang
tamu jadi halal bagi tuan rumah. Inilah salah satu bentuk penegakan siriq bagi orang Bugis, dalam hukum adat Bugis tidak akan ada tuntutan bagi mereka yang membunuh untuk menegakkan siriq-nya. Tapi itu dulu, sebelum kerajaan-kerajaan Bugis memilih untuk bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lalu bagaimana jika sang tamu harus menginap di rumah tersebut? Bagaimana pula jika mereka hendak buang air?
Inilah jawaban kenapa harus ada dipan di ruang tamu orang Bugis. Sang
tamu akan mendapatkan jatah tidur di dipan tersebut. Sementara jika
ingin buang air, ia harus ke sumur, sungai atau kamar mandi yang
biasanya dimiliki rumah Bugis yang terletak di samping rumah, terpisah
dengan rumah utama. Mereka turun dengan melewati pintu depan, tidak
lewat pintu belakang.
Jika tiba saat jamuan makan, maka oleh tuan rumah sajian akan
dihidangkan dalam baki besar di ruang tamu. Disajikan secara suasana
lesehan, dimana tuan rumah (utamanya kaum pria) akan ikut makan bersama
mereka. Dalam kaitannnya dengan jamuan makan ini juga terdapat kaidah
lagi bagi sang tamu maupun bagi tuan rumah (akan dibahas pada
artikel-artikel berikutnya)
Kembali ke ikhwal dipan di ruang tamu tadi, biasanya di dipan ini
telah tersedia bantal, kelambu serta sarung untuk tidur, sarung untuk
mandi, sarung untuk shalat (untuk kaum Muslim), tapi tidak akan ada
sarung senggama. Lalu, bagaimana jika sang tamu adalah suami istri dan
berhasrat melabuhkan hasrat cinta mereka?
Source : http://sempugi.org/dipan-di-ruang-tamu-cara-orang-bugis-membatasi-tamu/
Penulis: Suryadin aoddang
Copy By: http://www.suryadinlaoddang.com/2012/07/dipan-di-ruang-tamu-cara-orang-bugis.html
Copy By: http://www.suryadinlaoddang.com/2012/07/dipan-di-ruang-tamu-cara-orang-bugis.html
0 komentar:
Posting Komentar
=================================
- Berkomentarlah Yang Sopan
- Tidak Diperkenankan Memasukan Link Aktif Pada Isi Komentar
- Berkomentarlah Sesuai Dengan Content
=================================
Terima Kasih atas Kunjungan Anda.... ^_^