
Yah, berawal dari secuil KEBERANIAN.
Keberanian memang seharusnya ada pada diri manusia, tanpa keberanian
seseorang tak akan pernah tahu bagaimana menjalani dan merasakan suatu
proses. Kata BERANI itu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar
dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dsb; tidak takut (gentar, kecut).
Hmmmm… dari pengertian itu bisa disimpulkan bahwa selama ini saya
berkutat dengan kesulitan untuk menulis karena merasa takut salah atau
tidak yakin akan diri sendiri serta merasa tidak percaya diri.
Kata BERANI sendiri dalam bahasa Bugis
disebut WARANI/MATERRU, dalam bahasa Makassar disebut REWA, dalam bahasa
Mandar dan Toraya disebut BARANI. Tak jarang WARANI sering disematkan
kepada personal manusia BMMT (Bugis, Makassar, Mandar Toraya), hal itu
terlihat dari watak manusia BMMT sebagai risktaker di manapun meraka
berada, tak ketinggalan pula dalam berbagai literatur dan lontrak Bugis
seringkali disinggung WARANI sebagai perwujudan dari manusia BMMT.
Sebuah pepatah Bugis mengatakan LEBBI’I
CAU-CAURENGNGE NA PELLORENGNGE yang berarti lebih baik sering kalah
dariapada penakut, pepatah tersebut menyiratkan bahwa bagaimana pun
seorang yang SERING KALAH dalam perjuangan hidup pada dasarnya masih
memiliki semangat juang meskipun lemah, karena ia masih mencoba meskipun
berluang-ulang mengalami kegagalan. Tetapi seorang PENAKUT sama sekali
tidak berani menghadapi tantangan hidup dan tantangan orang lain. Senada
dengan pepatah tesebut salah satu tokoh sejarah terkenal sekaligus
cendikiawan Bugis ARUNG BILA LAWANIAGA pernah berpesan bahwa :
–Agguruiwi gau’na tau waranié
énrengngé ampena. Apa iya gauna towaranié seppuloi uwangénna naséuwai
mua ja’na, jajini aséra décénna. Nasaba’ iyanaro nariaseng ja’na séddié
malomoi naola amaténgeng. Naékiya mau tau péllorengnge matémuto apa’
déssa temmaténa sininna makkényawaé.
Naiya décenna aséraé :
a. Tettakini napoléi karéba maja’ karéba madeceng .
b. De’najampangiwi kareba naengkalingaé, naikiya napasilaongngi sennang ati pikkiri’ madeceng.
c. Temmétauni ripariolo.
d. Temmétauni riparimunri.
e. Tettéyani mita bali
f. Rialai passappo ri wanuaé.
g. Matinuli’i pajaji passurong.
h. Rialai paddebbang tomawatang.
i. Masiri’ toi riyasiri toi ripadanna tau.
Artinya :
Pelajarilah tingkah laku pemberani. Sebab tingkah laku pemberani ada sepuluh macam tetapi cuma satu keburukannya, jadi sembilan kebaikannya. Sebab dikatakan satu keburukannya karma gampang menghadapi maut. Namun demikian penakut pun takkan luput dari maut, sebab tak terelakkan kematian bagi setip yang bernyawa.
Pelajarilah tingkah laku pemberani. Sebab tingkah laku pemberani ada sepuluh macam tetapi cuma satu keburukannya, jadi sembilan kebaikannya. Sebab dikatakan satu keburukannya karma gampang menghadapi maut. Namun demikian penakut pun takkan luput dari maut, sebab tak terelakkan kematian bagi setip yang bernyawa.
Kebaikan yang sembilan itu antara lain :
a. Tak terkejut mendengar kabar buruk maupun kabar baik.
b. Tak mengacuhkan kabar yang didengar, tetapi di iringi dengan ketenangan serta pikiran sehat.
c. Tidak takut didepankan
d. Tidak takut dibelakangkan
e. Tidak takut melihat musuh
f. Dijadikan perisai oleh Negara.
g. Tekun melaksanakan kewajiban.
h. Menjadi pembela terhadap orang yang berlaku sewenang-wenang
i. Menyegani, serta disegani pula oleh sesamanya manusia.
b. Tak mengacuhkan kabar yang didengar, tetapi di iringi dengan ketenangan serta pikiran sehat.
c. Tidak takut didepankan
d. Tidak takut dibelakangkan
e. Tidak takut melihat musuh
f. Dijadikan perisai oleh Negara.
g. Tekun melaksanakan kewajiban.
h. Menjadi pembela terhadap orang yang berlaku sewenang-wenang
i. Menyegani, serta disegani pula oleh sesamanya manusia.
Pesan dan pepatah tersebut di atas
seyogianya bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, mengingat
pola pikir masyarakat kita (BMMT) kini sudah tergerus oleh zaman akibat
tidak adanya “penyaringan” dalam hal penerimaan budaya luar yang begitu
kuat, hal itu diperparah oleh sebagian “pendidik” yang acuh tak acuh
atau kurangnya pemahaman terhadap kearifan budaya sendiri sehingga
proses transformasi kepada generasi penerus seolah-olah terputus.
Akibat kurangnya transformasi tersebut
mau tidak mau generasi kini berusaha mencari pelarian untuk bisa
dijadikan sebagai acuan akan pencarian jati dirinya. Makanya tak heran
tindakan anarkis, pengrusakan, dan gejolak jiwa yang berlebihan pun tak
terhindarkan. Roh dari filosofi WARANI pun hilang yang tinggal hanyalah
WARANI ARIANGING (Keberaniannya bak angin yang tak menentu arahnya,
kosong, tak ada tujuan). Hal tersebut senada dengan pepatah Bugis yang
mengatakan MATEMUWA MAPATA’E MATEPI DUA TELLU MASSOLA-SOLLAE yang
artinya mati jua yang tenang setelah mati dua atau tiga yang nekad
(keberanian kosong/tak berdasar). Olehnya itu marilah secara sadar dan
bersama-sama untuk senantiasa menjaga KEBERANIAN kita agar tetap selalu
terjaga dan berada pada koridor yang benar, sehingga segala tindakan
yang akan diperbuat bermanfaat bagi sendiri serta orang lain dan
lingkungan sekitarnya.
Source : http://sempugi.org/awaraningeng-masagala-berani-itu-indah/
Penulis: Renaldi Maulana http://passompeugi.blogspot.com/2011/04/awaraningeng-masagala-berani-itu-indah.html
0 komentar:
Posting Komentar
=================================
- Berkomentarlah Yang Sopan
- Tidak Diperkenankan Memasukan Link Aktif Pada Isi Komentar
- Berkomentarlah Sesuai Dengan Content
=================================
Terima Kasih atas Kunjungan Anda.... ^_^