CINA, DI PAMMANA ATAU DI TIONGKOK ?
Andi Oddang To Sessungriu
Andi Oddang To Sessungriu
Lontara Akkarungeng Luwu menguraikan,
betapa pusingnya para Dewan Adat tatkala menerima utusan dari 2 Kerajaan
yang bermaksud mengajukan lamaran kepada puteri Datu Luwu, yakni : We
Tenriabang Datu Watu. Mereka yang menyampaikan lamaran itu adalah utusan
Kerajaan Sidenreng yang menyampaikan lamaran La Toappo Arung Berru
Addatuang Sidenreng XVIII dan La Pallawagau’ Arung Maiwa Datu Pammana
VIII. Siapakah diantara kedua Raja yang sesungguhnya sesame berdarah
Pammana itu yang diterima lamarannya ?. Maka menghadaplah Opu Patunru’
kepada Datu Luwu We Tenri Leleang, yakni ibunda Puteri We Tenriabang. “
KEgaEna ritangke’, kEgaEtona risampEang, Opukku ?” (Yang mana kiranya
diterima dan yang mana pula ditolak, Tuanku ?). Menjawablah Sang Ratu :
“Namoni mallipa’ karoro, rEkko To Pammana, tangke’i maElE” (walau andai
mengenakan sarung berbahan karung, jikalau ia orang Pammana, terimalah
ia secepatnya).
Jawaban dari Datu Luwu XXIV/XXVI itulah
yang kemudian sangat terkenal sesudahnya hingga dikenal luas diseluruh
pelosok negeri di Sulawesi Selatan sampai kini. Suatu penghargaan
tertinggi bagi orang-orang Pammana sehingga dituliskanlah suatu ungkapan
oleh Pallontara’ pada abad – 19, bahwa : MariasE’i Luwu, Malebbi’i
Pammana, Makuasai Bone, Mawatangngi Gowa, Panritai Wajo, Macenningngi
Soppeng na MapanrEi Sidenreng (Ditinggikanlah Luwu, Dimuliakan Pammana,
Berkuasalah Bone, Kuatlah Gowa, Cendekiawan di Wajo, Disayangilah
Soppeng dan Keahlian di Sidenreng).
Pammana sesungguhnya hanyalah merupakan
suatu Kerajaan Kecil dalam wilayah Kerajaan Wajo sejak abad – 15. Namun
demikian, kerajaan kecil ini amatlah dimuliakan sebagai kerabat terdekat
Tana Luwu sehingga penamaan Istananya sama-sama menggunakan istilah ;
Langkana. Hingga pada hari ini, bekas kerajaan terbesar setelah Luwu
pada era I La Galigo ini masih terdapat suatu kampung bernama
“AllangkanangngE” yang berada dalam wilayah Kecamatan Pammana, Kabupaten
Wajo. Mengapa bisa demikian ?. Jawabnya adalah karena pengaruh Sure’ I
La Galigo.
Sama halnya dengan Tana Luwu, Pammana
yang dulunya bernama Cina (Cinna ?) ini adalah negeri kedua Sawerigading
dan keturunannya. Tatkala Sawerigading mempersunting We Cudai’ Daeng
Risompa Punnabolae ri Latanete serta kemudian sebagai pertuanan Cina,
terbentuklah suatu keluarga besar yang membaurkan turunan Luwu dan Cina.
Keluarga besar itu terdiri dari saudara-saudara We Cudai beserta anak
menantunya yang merupakan para raja dan ratu dalam wilayah Kerajaan
Cina, antara lain disebutkan gelar lengkapnya dalam I La Galigo, sebagai
berikut :
1. We Cudai’ Daeng Risompa PunnabolaE ri LATANETE (isteri Sawerigading dan puteri La Sattumpogi’ Datu Cina. LatanEtE kini adalah suatu kampung dalam wilayah Kecamatan Pammana, Kab. Wajo),
2. We Tenridio Bissulolo Batari Bissu Punna Langkana Manurung ri Sabanglowa (puteri Sawerigading dengan We Cudai’),
3. La Tenridolo PajumpongaE Datunna SOPPENGRIAJA (suami We Tenridio),
4. We Tenribalobo PunnabolaE ri TAKKALALLA (puteri Sawerigading dan We Cudai’. Takkallalla kini adalah suatu desa di kecamatan Marioriwawo dalam wilayah Kab. Soppeng),
5. La Tenripale’ To Tappubello Opu Malolo To LAMURU (suami We Tenribalobo. Lamuru kini adalah suatu kecamatan dalam wilayah Kab. Bone dan merupakan perbatasan dengan Kab. Soppeng),
6. We Tenrigangka Dettialamming PawawoiE Datunna TEMPE (kemenakan We Cudai’ yang diperisteri oleh La Galigo. Tempe kini adalah suatu kecamatan dalam wilayah Kab. Wajo dan terletak hanya beberapa kilometer sebelah utara Pammana),
7. We TenrijEkka Datunna TEMPE (ibu We Tenrigangka),
8. La Tenripada To Tenrigangka PunnalipuE ri WAGE (ayah We Tenrigangka. WagE kini adalah suatu desa dalam wilayah Kecamatan Pammana, Kab. Wajo),
9. La Tenriranreng PanrEpatangnga To LAGOSI (saudara laki-laki We Cudai’. Lagosi kini adalah suatu kampung dalam wilayah Kecamatan Pammana, Kab. Wajo),
10. We TenriEsa’ Massaolocci ri CINA RILAU (saudara perempuan We Cudai’. Cina Rilau’ kini disebut sebagai Cina, suatu kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bone),
11. La Pababbari To KAMPIRI ( kemenakan We Cudai’. Kampiri kini adalah Ibukota Kecamatan Pammana, Kab. Wajo),
12. La Tenrilutung Opu BARINGENG (kemenakan We Cudai’. Baringeng kini adalah suatu kecamatan (?) dalam wilayah Kab. Soppeng yang tidak seberapa jauh jaraknya dari Pammana),
13. La Maddanaca To CENRANA (kemenakan We Cudai’. Cenrana kini adalah termasuk dalam wilayah Kab. Bone yang bisa ditempuh dengan naik perahu sampan menyusuri sungai Cenrana dari Pammana),
14. DaEng SiuttE To MAJANG (kemenakan We Cudai’. Majang kini adalah termasuk dalam wilayah Kab. Bone),
15. Dan lainnya…
Mencermati nama-nama tokoh utama
Kerajaan Cina beserta wilayah kekuasaannya dalam epos I La Galigo
diatas, sungguh mengherankan ketika ada sebagian kalangan yang
“bersikeras” berpendapat bahwa TANA CINA yang dimaksudkan itu terletak
di daratan TIONGKOK. Hanya karena “Cina” adalah nama lain dari Tiongkok
pada masa kini, sehingga MENGABAIKAN FAKTA bahwa Latanete, Lagosi,
Tempe, Wage dan Kampiri adalah nama-nama kampung yang masih berada dalam
wilayah Kecamatan Pammana sampai sekarang. Mungkinkah nama-nama wilayah
yang TIDAK TERPISAHKAN dengan CINA dalam epos I La Galigo itu KINI
adanya di Tiongkok sana ?.
Khususnya untuk Kerajaan Luwu yang
memiliki perhubungan “tak terputuskan” dengan Cina setelah periode I La
Galigo, bahkan pernah dipimpin 1 (satu) Datu yang sama, yaitu :
Simpurusiang. Lontara Akkarungeng Luwu (hal. 40) menguraikan dengan
jelas, sebagai berikut :
“ Simpurusiyang ; Asenna ana’na
Sawerigading nangurusi I We Codai’ Daeng Risompa // Yina ripanurung ri
Luwu // Naripatomporengna sapposisengna ri Ware’ riyasengngE We
Patiyanjala // Ana’na We TenriabEng DaEng Manutte’ // NangurusiE
Remmangrilangi Ri Coppo’mEru // Ripatompotoi Simpurusiyang ri Talettu’
// Napoasengni Tompo’E ri Talettu’ Pangarai ri Cina // Naparampaki panni
ri Timurung // NapobainEi riyasengngE We DalakumaE // Nayi dEnrE
Simpurusiyang manurungna ri Luwu // Naripatomporeng tona sapposisengna
ri Watampare’ riyasengngE We Patiyanjala // Nalaona Simpurusiyang
pobainEi sapposisengna // Najajiang ana’ orowanE riyaseng : Anakaji “
(Simpurusiyang ; Nama putera
Sawerigading dengan I We Codai’ Daeng Risompa // Dia inilah yang
diturunkan di Luwu // Maka dimunculkanlah sepupu sekalinya di Ware’ yang
bernama We Patiyanjala // Puteri dari We TenriabEng Daeng Manutte’ //
Dari suaminya bernama Remmangrilangi ri Coppo’mEru // Serta telah
dimunculkan pulalah Simpurusiyang di Talettu’ // Maka digelarilah ia
sebagai Yang Diturunkan di Talettu’ yang terletak di Cina // Serta
Timurung yang berada dibawah sayapnya pula // Kemudian memperisterikan
yang bernama We DalakumaE // Kemudian setelah Simpurusiyang diturunkan
kemudian di Luwu // Hingga dimunculkan sepupu sekalinya di Watampare’
yakni yang bernama We Patiyanjala itu // Maka berangkatlah Simpurusiyang
menikahi sepupu sekalinya itu // Hingga melahirkan putera bernama ;
Anakaji).
Bahwa selain menjadi Datu Luwu, “To
Manurung” yang merupakan ikon periode Lontara ini pula menjadi Datu Cina
serta Datu Timurung, yakni suatu wilayah yang “bertetangga” dengan
Pammana kini. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa “Cina” yang
dimaksud dalam Epos I La Galigo adalah “Pammana”. Adalah suatu hal yang
mustahil seorang KAISAR CINA (TIONGKOK) bisa merangkap DATU LUWU dan
DATU TIMURUNG dalam waktu yang sama pada masa itu. Sekiranya tetap saja
memaksakan pendapat bahwa Cina dalam Epos I La Galigo adalah Tiongkok
adanya, maka sama saja “memustahilkan” Lontara Akkarungeng satu-satunya
di Kedatuan Luwu. Maka jadilah Kedatuan Luwu menjadi satu-satunya
kerajaan di Sulawesi Selatan yang tidak memiliki Lontara Akkarungeng.
Hingga kemudian dipertanyakan pula,
bagaimana sehingga Kerajaan Cina berganti nama menjadi “Pammana ?”.
Tatkala Kerajaan Bone terlahir disebelah timur Kerajaan Cina pada
kisaran Abad 14, maka CINA RILAU yang meliputi MALLIMONGAN, PATTIRO,
LATIMOJONG, MANCAPA’E (Mancapai’) dan WELENRENG dicaplok menjadi wilayah
kerajaan yang mulai maju pesat itu. Demikian pula disebelah barat dan
selatan, SOPPENG RIAJA dan SOPPENG RILAU menyatukan diri menjadi 1
Kerajaan Soppeng. Maka wilayah-wilayah bawahan (Lili Akkarungeng)
Kerajaan Cina seperti Soppengriaja, Mario, Baringeng dan lainnya
terlepas pula. Sementara itu Kerajaan Wajo mulai bangkit pula dengan
lambat namun pasti akan menjadi ancaman terdekat bagi Kerajaan Cina.
Tinggallah CINA RIAJA yang meliputi beberapa lili, antara lain :
KAMPIRI, WAGE, TEMPE, LAGOSI, LIU, TIMURUNG, LATANETE, UGI dan beberapa
lagi yang lainnya semakin lemah dari waktu ke waktu, dibawah
kepemimpinan Rajanya yang mandul, yaitu : La Sangaji To Aji Pammana Datu
Cina XXII.
Sehubungan dengan ini, Lontara Akkarungeng Luwu (hal. 115), menguraikan sebagai berikut :
“-Nayi riwettu madodongna Puwatta DatuE
ri Cina // Taniya upomabusung // RiyasengngE La Sangaji To Aji PAMMANA
// Pattellarengna // Napasipulungni To CinaE napasengngi makkedaE // Yi
kupasengekko iko To CinaE // Madodongna’E // NarEkko matEya’ baja
sangadi // Asekku muwasengengngi Tanata // Podo iyatosa kuwala passompu
tiniyo // Rimunrikku // ..”
(Tatkala pertuanan kita DatuE ri Cina
sedang gering // Semogalah kiranya tidak menjadikanku kualat // Yakni ia
yang bernama La Sangaji To Aji PAMMANA // Yaitu gelarannya //
Dikumpulkannya segenap rakyat Cina lalu diwasiatkannya // Adapun
wasiatku terhadap kalian wahai Rakyat Cina // Aku kini sedang gering //
Sekiranya aku wafat besok ataupun lusa // Namakulah yang kalian namakan
pada negeri kita ini // Semoga itulah yang kujadikan sebagai penyambung
kenangan atas diriku // Dibelakang hari // ..)
Setelah beliau wafat, maka Kerajaan CINA
berganti nama menjadi PAMMANA demi memenuhi wasiat akhir Raja Cina XXII
tersebut. Selanjutnya dinobatkanlah kemenakan beliau, yaitu : We Tenri
Lallo Arung Liu selaku Datu Pammana I.
Peristiwa perubahan nama Kerajaan Cina
menjadi Kerajaan Pammana dicatat dan diuraikan banyak Lontara, termasuk
Lontara Akkarungeng Luwu sendiri. Antara lain yang pernah dibaca dengan
seksama oleh Prof. Mr. H. Andi Zainal Abidin ( 1985;15-25), sebagai
berikut :
1. Mak 115, nomor baru : 69, berisi Sejarah Singkat Pammana (h. 18 – 19),
2. Mak 273 setebal 603 halaman, salinan Lontara H. Andi Makkaraka Paddanreng Bettempola, memuat antara lain asal mula Negeri Cina, perubahan nama Cina menjadi Pammana dan susunan Datu Cina I hingga Datu Pammana terakhir,
3. Lontara Sukkuna Wajo milik H. Andi Makkaraka Paddanreng Bettempola setebal 698 halaman, memuat antara lain : Susunan nama dan cerita singkat Datu Cina, dimulai dari La Sattumpogi’ sampai La Sangaji Laji’ Pammana, kemudian Datu Pammana I We Tenri Lallo Arung Liu sampai La Cincing Akil Ali KaraEng MangEppE Datu Pammana XIV (h. 3 – 9). Pada bagian lainnya menguraikan kembali riwayat pembentukan Negeri Cina oleh La Sattumpogi’ sampai habisnya Raja-Raja yang disebut dalam buku Galigo ; Masyarakat kacau balau dan munculnya Tomanurung di Tampangeng bernama Simpurusiang yang menjadi Datu Cina (h. 19 – 23), Diriwayatkan lagi pembentukan negeri Cina oleh La Sattumposi’, susunan Datu Cina mulai dari Simpurusiang sampai Datu Pammana terakhir Andi Pallawarukka (h. 589 – 597),
4. Lontara Paliheng di Sinjai (LP-II), terdiri dari 161 halaman. Menguraikan antara lain ; Kisah Datu Cina terakhir Laji’pammana dan perjanjian We Tenrilallo Datu Pammana I dengan orang-orang Pammana (h. 4-6), Cerita tentang anak-anak We Tenrilallo Datu Pammana I yang kawin di Ujung LohE dan Gantarang KEkE (h. 23 – 34),
5. Lontara Hj. Andi Ninnong Paddanreng Tuwa Wajo (LHAN) yang terdiri dari 221 halaman, antara lain menguraikan : Riwayat La Mallala’E Datu Pammana (h. 179-181)) dan Susunan Datu Pammana (182),
6. Lontara H. Andi Sumange’rukka Datu Pattojo (LHAS) terdiri dari 407 halaman, memuat antara lain ; Sejarah Kerajaan Cina yang berubah menjadi Kerajaan Pammana (h. 139-150).
2. Mak 273 setebal 603 halaman, salinan Lontara H. Andi Makkaraka Paddanreng Bettempola, memuat antara lain asal mula Negeri Cina, perubahan nama Cina menjadi Pammana dan susunan Datu Cina I hingga Datu Pammana terakhir,
3. Lontara Sukkuna Wajo milik H. Andi Makkaraka Paddanreng Bettempola setebal 698 halaman, memuat antara lain : Susunan nama dan cerita singkat Datu Cina, dimulai dari La Sattumpogi’ sampai La Sangaji Laji’ Pammana, kemudian Datu Pammana I We Tenri Lallo Arung Liu sampai La Cincing Akil Ali KaraEng MangEppE Datu Pammana XIV (h. 3 – 9). Pada bagian lainnya menguraikan kembali riwayat pembentukan Negeri Cina oleh La Sattumpogi’ sampai habisnya Raja-Raja yang disebut dalam buku Galigo ; Masyarakat kacau balau dan munculnya Tomanurung di Tampangeng bernama Simpurusiang yang menjadi Datu Cina (h. 19 – 23), Diriwayatkan lagi pembentukan negeri Cina oleh La Sattumposi’, susunan Datu Cina mulai dari Simpurusiang sampai Datu Pammana terakhir Andi Pallawarukka (h. 589 – 597),
4. Lontara Paliheng di Sinjai (LP-II), terdiri dari 161 halaman. Menguraikan antara lain ; Kisah Datu Cina terakhir Laji’pammana dan perjanjian We Tenrilallo Datu Pammana I dengan orang-orang Pammana (h. 4-6), Cerita tentang anak-anak We Tenrilallo Datu Pammana I yang kawin di Ujung LohE dan Gantarang KEkE (h. 23 – 34),
5. Lontara Hj. Andi Ninnong Paddanreng Tuwa Wajo (LHAN) yang terdiri dari 221 halaman, antara lain menguraikan : Riwayat La Mallala’E Datu Pammana (h. 179-181)) dan Susunan Datu Pammana (182),
6. Lontara H. Andi Sumange’rukka Datu Pattojo (LHAS) terdiri dari 407 halaman, memuat antara lain ; Sejarah Kerajaan Cina yang berubah menjadi Kerajaan Pammana (h. 139-150).
Semua Lontara diatas meriwayatkan
perihal perubahan nama kerajaan Cina menjadi Pammana. Maka sekali lagi,
sekiranya Kerajaan Cina yang dimaksudkan dalam I La Galigo adalah
Tiongkok, maka semua kumpulan Lontara diatas adalah salah semua.
Bagaimana mungkin HANYA dengan asumsi nama “CINA” beserta nama
Sattumpogi dan Cudai yang “terdengar” agak mirip Tionghoa bisa
“menimbun” semua fakta itu ?. Jikalau benar CINA versi I La Galigo itu
adalah Tiongkok adanya, bagaimana mungkin Bangsa Terbesar Di Dunia itu
tidak mencatatkan nama Sawerigading sebagai salahsatu “Kaisar” mereka ?.
Bukankah CINA telah ditaklukkan oleh beliau ?.
Pada suatu ketika seorang sahabat yang
berasumsi bahwa Kerajaan Cina dalam I La Galigo memang Tiongkok adanya
bertanya : Jika Kerajaan Cina itu ternyata adalah di Bone dan Pammana
adanya, lalu bagaimana mungkin Sawerigading melayarinya sampai 30 hari
dari Luwu ?. Bahkan pula sampai melewati Maloku (Maluku), Buton, Wadeng
(Gorontalo) dan kepulauan lainnya ?. Bukankah Bone dan Pammana adalah
daratan yang sama dan tidak terlalu jauh diseblah selatan Luwu ?. Maka
jawabnya, adalah : Sawerigading tidak memiliki Peta Pulau Sulawesi.
Beliau tidak tahu pula bahwa ternyata Cina Rilau’ dan Cina Riaja itu
ternyata berada pada Pulau yang sama dengan Luwu. Maka berlayarlah
beliau kemana-mana keseberang laut yang jauh disana dengan dipandu rasi
bintang, hingga berbelok kembali menuju Bone dan Wajo. Ibaratnya saya
yang saat ini di Pelabuhan Parepare hendak berlayar ke Pelabuhan
Makassar. Namun saya tidak memiliki peta dan kompas. Lalu mengikuti
pengalaman “hanyut” beberapa waktu yang lalu hingga “kebetulan” sampai
di Makassar. Maka saya berlayar dulu ke Majene, menyisir hingga Mamuju,
kemudian memotong ke Samarinda, terus menuju ke banjarmasing, hingga
kemudian menyeberang Surabaya, menyisir terus ke Semarang, lalu
menyeberang ke Makassar. Jika menggunakan perahu layar, agaknya saya
harus menempuh waktu selama ± 60 hari.
Adapula yang konon pernah “melihat”
sosok We Cudai’ secara gaib. Maka dideskripsikanlah We Cudai (Daeng
Risompa) sebagai WANITA TIONGHOA yang mungil, cantik berkulit halus nan
bermata sipit. Kemudian dilihatnya pula We Tenri Abeng Daeng Manutte’
sebagai wanita pribumi yang anggun. Suatu asumsi penglihatan yang pada
akhirnya KELUAR dari konteks I La Galigo. Bahwa Sawerigading pada
akhirnya “luluh” oleh bujukan We Tenri Abeng, tatkala dikatakannya :
“Menurutlah wahai kanda Dukkelleng. Berangkatlah ke Cina, temuilah We
Cudai’ puteri La Sattumpogi’ Datunna Cina. Ia itu adalah satu indung
telur dengan penciptaanku (SEddi ulawu uwadduai). Parasnya persis dengan
parasku. Potongan tubuh yang persis denganku. Bahkan rambut kamipun
sama panjangnya. Ambillah selembar rambutku ini. Bandingkan dengan
panjang rambutnya. Jikalau tidak sama panjang, kembalilah ke Luwu lalu
nikahilah aku. Ambil pulalah hiasan kuku ini. Masukkan di jarinya. Jika
tidak cocok dijemarinya, kembalilah ke Luwu untuk menikah denganku..”.
Jikalau We Cudai adalah Wanita Tionghoa,
bagaimana mungkin berwajah kembar dengan We Tenri Abeng yang peranakan
Luwu dan Tompotikka itu ?. Kalaulah memang leluhur kita We Cudai’ adalah
puteri Kaisar Tiongkok, bagaimana mungkin kita tidak mewarisi
technology maju dari Bangsa Berperadaban Tinggi itu sejak dulu ?. Andai
Sawerigading benar dari Tiongkok, semestinya aksara penulisan Lontara I
La Galigo tidak menggunakan huruf Lontara yang tanpa huruf mati ini.
Bahkan jika andai demikian, semestinya TIDAK ADA LAGI penulisan kronik
pada Daun Lontar yang “primitive”. Bangsa Tiongkok bernama “Tsai Lun”
telah menemukan KERTAS jauh sebelum Sawerigading lahir. Jika Puetta We
Cudai’ adalah benar leluhur kita dari Tiongkok, semestinya pula leluhur
kita yang menjadi keturunan setelahnya tidak lagi membangun rumah kayu
yang sangat sederhana. Bukankah kita berasal dari Negeri yang membangun
Tembok Besar itu ?.
Malilu Sipakainge’, Ejaji mainge’ laloki’ bEla.
Wallahualam Bissawab.
Penulis : Andi Oddang To Sessungriu
Copy By : https://www.facebook.com/sessungriu/posts/455437034629330
Copy By : https://www.facebook.com/sessungriu/posts/455437034629330
Sy pribadi hakkul yakin Cina yg dipaparkan dalam epos lagaligo adalah cina yg berubah menjadi Pammana, diatas sy dspat sakah satu nama Datu Cina bernama MallalaE, dalam riwayat terbentuknya Wajo,La Mallalae disebut juga sebagai Datu Luwu
BalasHapus