Tradisi masyarakat nusantara, termasuk
Bugis Makassar di masa lalu adalah makan sirih. Tradisi makan sirih,
dapat dikatakan telah hilang hari ini. Terakhir penulis temukan
orang-orang tua makan sirih ditahun 1980-an. Tetapi mungkin saja, masih
ada satu dua orang di Sulawesi Selatan hari ini masih melestarikan
tradisi makan sirih.
Makan sirih, dapat dibandingkan dengan
kebiasaan merokok hari ini. Setiap saat, apalagi bila ada pertemuan,
sirih selalu dihadirkan. Di lingkungan elit masa lalu, Raja selalu
diiringi Pampawa Epu yaitu kerabatnya yang masih kecil yang membawakan perlengkapan makan sirihnya.
Ota-Otang dari perak dan emas. Foto koleksi pribadi
Untuk makan sirih, terdapat satu set peralatan. Karena keterbatasan, kami cuma sebutkan dua yaitu Ota-otang dan Kalakatti. Ota-otang
adalah logam perak atau emas yang berbentuk silinder yang agak gepeng.
Tempat menyisipkan daun sirih. Sirih ditumbuk (ada alat penumbuknya)
dengan gambir. Lalu dicampur dengan belahan pinang (Alosi). Buah pinang ini dibelah dengan alat yang disebut Kalakatti. Sering disebut Kacip.
Kalakatti. Koleksi pribadi
Buah pinang (Alosi) diletakkan ditengah Kalakatti kemudian dijepit. Meski hanya sekadar alat untuk memotong pinang, Kalakatti
dibuat dengan nilai seni. Dari besi yang kemudian dilapisi lembaran
perak yang diukir. Diberi hiasan dibagian ujung dan tengahnya.
Di percaya, memakan sirih menguatkan
gigi, gusi dan pencernaan. Meski mulut berwarna merah, warna khas daun
sirih. Meski tradisi makan sirih telah kita tinggalkan. Namun
setidaknya, kita catat bahwa leluhur kita pernah melakukannya.
Sebagaimana mungkin, sebagian tradisi kita hari ini akan ditinggalkan
oleh anak cucu kita. (arm)
Source : http://sempugi.org/makan-sirih-mangota/
0 komentar:
Posting Komentar
=================================
- Berkomentarlah Yang Sopan
- Tidak Diperkenankan Memasukan Link Aktif Pada Isi Komentar
- Berkomentarlah Sesuai Dengan Content
=================================
Terima Kasih atas Kunjungan Anda.... ^_^