Dulu aku pernah menjadi budaknya
masyarakat di sini, sewaktu aku masih menjabat sebagai anggota dewan
kabupaten Barru. Setiap tanggal penerimaan gaji, warga Nepo
dari berbagai profesi selalu berkumpul di depan kantor menugguku! guna
meminta gaji yang aku terima, jadi terkadang aku tidak membawa pulang
uang satu lembar pun pulang ke rumah, “tutur Arung Nepo.
Hah!? Aku sampai tidak percaya mendengarkannya. Sungguh mulianya Arung Nepo sebagai
pemimpin adat yang dulunya sempat menjabat sebagai anggota DPRD, ia
rela memberikan gajinya selama ia menjadi anggota DPRD. Entah masih
adakah di negri ini pemimpin seperti beliau!?
Fung Datu sapaan masyarakat kepada Arung Nepo, beliau orangnya sangat sederhana sehingga amat dicintai oleh warga Nepo.
Rumah panggung tempat ia tingggal pun begitu sederhana, rumah yang
sudah berumur puluhan tahun dihiasi perabot rumah yang tidak mewah
seperti lemari, kursi tamu, hiasan dinding dan lainnya. Rumah itu
diwariskan dari generasi ke genarasi, masyarakat Nepo menyebutnya Soraja (tempat pemukiman raja) “bisik temanku Eka.
Tidak susah untuk menemukan Soraja Nepo,
karna letaknya tapat berada di samping sudut lapangan kecamatan
Mallusetasi kabupaten Barru dan yang luar biasa adalah hingga sekarang
rumah itu belum pernah direnopasi sehingga nilai sejarah dan
kebudayaannya masih terjaga.
******
Ini kali pertama aku bertemu dengan
pemimpin seperti itu, tak henti degub jantungku karna kekaguman kepada
kepribadiannya yang begitu sederhana, sangat berbeda dengan kehidupan
para pemimpin politik Negara ini yang hidup penuh kemewahan menggunakan
fasilitas Negara misalnya rumah, mobil, belum lagi tunjangan yang lain.
Aku pernah berpikir bahwa pemimpin
seperti beliau hanya ada dalam mimpiku dan sekarang aku menyaksikan
sendiri di depan mataku, betapa bahagiannya aku bisa bertemu dengan
pemimpin impianku. Hhm, Seperti apa pemimpin yang kalian impikan?
Ada cerita menarik yang sempat ia sampaikan. “Di desa Nepo sekitar 7 km dari soraja terdapat situs budaya Bujung Mattimboe, Bujung Pulawengnge, Bujung Mekkatowangnge. Masing-masing situs tersebut mempunyai cerita tutur yang dikeramatkan, seperti Bujung Pulawengnge, dulu
jika ada seorang remaja laki-laki/perempuan yang belum menikah-menikah
karna belum dapat jodoh maka ia akan pergi mandi di sana agak kelak bisa
menemukan jodohnya, “ujar Fung Datu dengan senyum sederhananya yang
khas. “Refleks, aku tertawa kecil mendengarkan Fung Datu menyampaikan cerita itu.
Kusempatkan diri untuk datang lansung ke salah satu situs tersebut yaitu Bujung Mattimboe bersama kawanku Eka dan Rafiq, kami diantar oleh cucu Fung Datu kesana. Bujung Mattimboe merupakan
genangan air terjun dengan dinding batu yang amat besar sehinnga
terlihat seperti gua. Walaupun ukurannya kecil tapi gua itu bisa memuat
sekitar sepuluh orang.
Tak mau rugi, aku beserta eka dan cucu Fung Datu mandi di Bujung Mattimboe, sementara kawanku rafiq sibuk mendokumentasikan kami dan situs budaya tersebut. Pengennya sih mau ke Bujung Pulawengnge tapi akses jalan sangat susah dan letaknya juga sangat jauh karna aku ingin sekali menguji kebenaran dari keramat cerita tutur Bujung Pulawengnge. Hhhe.
Nepo memiliki begitu banyak kekayaan
situs sejarah dan budaya tapi aku tidak sempat untuk mengunjungi
semuanya, mungkin kedepan aku harus meluangkan lebih banyak waktu untuk
mengetahui lebih jauh misteri-misteri yang tersembunyi di Nepo. Dan dari pengalaman di Nepo aku sangat bermimpi, agar kelak bisa melihat pemimpin seperti beliau “Arung Nepo” bisa mengisi kursi-kursi pemerintahan RI.
Source : http://sempugi.org/arung-nepo-pemimpin-impian/
0 komentar:
Posting Komentar
=================================
- Berkomentarlah Yang Sopan
- Tidak Diperkenankan Memasukan Link Aktif Pada Isi Komentar
- Berkomentarlah Sesuai Dengan Content
=================================
Terima Kasih atas Kunjungan Anda.... ^_^